Tuesday, July 26, 2011

PEMBELAJARAN REAKTIF DAN GENERATIF

Sanerya Hendrawan


Kedua moda pembelajaran ini berlangsung pada setiap orang dengan berbagai tingkat dan besaran yang berbeda-beda. Keduanya memang dibutuhkan untuk berlangsungnya kehidupan secara efektif, baik ditingkat individual maupun kolektif. Pembelajaran ini terbentuk dari interaksi antara berpikir (thinking) dan bertindak (acting). Dimulai dengan melakukan sesuatu tindakan (doing). Kemudian didapat hasil-hasil. Direfleksikan di dalam diri tingkat capaian hasil ini. Maka jika kemudian diketemukan prinsip-prinsip dari keberhasilan atau kegagalan ini, yang dengannya terbentuk tindakan atau perbuatan baru, terjadilah pembelajaran. Karena itu Kolb merinci lebih lanjut proses pembelajaran ini ke dalam sebuah siklus: do-act-observe-generalize-act (new). Pembelajaran karena itu melibatkan perbuatan, perasaan, pengamatan, dan pemikiran.


Dalam kontek reactive learning atau bisa disebut juga surface learning, tindakan adalah produk dari berpikir yang sudah mapan. Reaksi-reaksi merupakan unduhan dari kebiasan mental yang solid. Jadi tindakan bersifat repitisi, dengan pola-pola yang relatif teramalkan. Reactive learning identik dengan single-loop learning dari Schon. Yakni pembelajaran yang mengikuti aturan-aturan yang mapan yang tersurat dalam bentuk strategi, kebijakan, dan prosedur (following rules). Sehingga prosesnya berlangsung melalui deteksi dan koreksi penyimpangan-penyimpangan dari aturan tersebut. Dalam proses ini tidak ada pertanyaan atau gugatan atas aturannya sendiri (rules). Sehingga bisa dikatakan, pembelajaran berlangsung dalam konteks aturan yang telah ditentukan terlebih dulu.


Dalam kontek generative / deep learning. Belajar dan berubah merupakan dua hal yang menjatu. Untuk terjadinya pembelajaran, mesti ada perubahan. Sementara dalam perubahan itu terjadi pembelajaran. Setiap orang ataupun institusi karena itu harus menguasai proses perubahan dan pembelajaran ini. Pada level kelembagaan, penguasaan atas kedua hal ini melahirkan apa yang disebut “learning organization”. Yakni organisasi di mana:
1.    orang-orang di dalamnya secara terus menerus memperluas kapasitas menciptakan  hasil-hasil yang mereka inginkan,
2.     di mana pola-pola pikir baru yang ekspansif dipupuk untuk tumbuh,
3.     di mana dalam organisasi tersebut aspirasi kolektif bebas tumbuh dan berkembang,
4.     di mana semua orang belajar terus menerus bagaimana belajar secara bersama

Menurut Senge, deep learning diaktivasikan oleh lima disiplin. Pertama adalah pengendalian pribadi (personal mastery). Kedua adalah pola pikir dan sikap (mental model). Ketiga, pandangan bersama tentang masa depan (shared vision). Keempat, berpikir kesisteman (system thinking). Kelima, pembelajaran kelompok (team learning). Kelima disiplin ini, jika diterapkan secara konsisten, menghasilkan pemahaman tentang realitas yang lebih holistik, pada satu sisi. Dan sikap yang ingin melayani keseluruhan, yang mengatasi ego pribadi, dengan kata lain lebih altruistik, pada sisi lain. Jadi, berbeda dari yang pertama, pembelajaran generatif mampu menghasilkan transformasi pola pikir dan sikap serta perilaku yang lebih mendasar.

Kedua moda pembelajaran tersebut memiliki relevansinya masing-masing dalam kerangka pembentuan keperibadian islami atau insan kamil. Pembelajaran reaktif relevan manakala keyakinan dan nilai-nilai absolut keagamaan baik mencakup aqidah, muamalah, akhlaq menjadi ukuran ataupun kriteria pembelajaran (perubahan). Pada moda ini, perubahan terjadi secara konstan, tetapi terbatas di lapisan kulit atau permukaan. Sementara keyakinan dan nilai inti, yang berfungsi sebagai substansi, tetap terpelihara. Tradisi adalah produk dari pembelajaran reaktif ini. Lain halnya pembelajarn generatif. Pembelajaran ini diperlukan untuk membangun tradisi-tradisi baru yang merupakan inovasi personal, sosial maupun kelembagaan untuk menjawab berbagai tantangan jaman yang terus berkembang. Karena itu dituntut untuk mengkaji ulang nilai-nilai yang menjadi ukuran perubahan. Dalam tradisi Islam, ijtihad dalam berbagai urusan muamalah (seperti ekonomi, sosial, dan politik) adalah contoh nyata dari moda pembelajaran generatif ini. 

Thursday, July 21, 2011

MODA PEMBELAJARAN

Sanerya Hendrawan

Pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan insan kamil, sebagai konsep yang solid untuk keperibadian islami, membutuhkan sentuhan pendidikan pada semua aspek kemanusiaan secara integratif. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, ini meliputi perubahan jasmani (materi) dan perubahan ruhani (spiritual) secara simultan. Di dalamnya juga mencakup perubahan kesadaran, keyakinan, pikiran, perasaan dan emosi, serta perilaku secara konsisten. Jadi, untuk keberhasilan pembelajaran ini dibutuhkan berbagai moda pembelajaran yang relevan.

Secara sederhana moda pembelajaran ini melibatkan dua proses dimensional. Pertama adalah perjalanan ke dalam diri (Self), inner journey. Sebuah proses pengenalan diri untuk menemukan siapa dirinya, darimana asalnya, dan hendak kemana hidupnya. Ini adalah sebuah perjalanan untuk menggambarkan kalimat yang dikemukakan Ali bin Abi Thalib: “man arafa nafsahu, arafa rabahu”, barangsiapa mengenal dirinya, maka mengenal Tuhan-Nya”. Perjalanan ke dalam diri bisa digambarkan sebagai proses (1) deepening, Pendalaman dan penyelaman hingga sampai kedalam ke-diri-an manusia yang sejati, Diri yang noumenon, diri asli (fitrah), the True Self ; dan (2) broadening, perluasan atau pelebaran lingkup dan rentang kesadaran, dari sekedar kesadaraan diri, lalu kesadaran kosmos, hingga sampai puncaknya pada kesadaran tauhid. Di lihat dari maksudnya, perjalan ke dalam diri adalah perjalanan menemukan alasan keberadaan, reasons to existence.
Kemudian kedua, perjalanan keluar diri, outer journey. Ini adalah perjalanan untuk meningkatkan nilai atau derajat kualitas kemanusiaan kita dalam kehidupan di dunia melalui berbagai garapan proyek sosial yang meningkatkan kualitas hidup bersama (enhancing) dan memperlebar atau memperluas kontribusi kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan (expanding). Ini sejalan dengan konsep al-Quran tentang pengutusan Rasulullah Muhammad saw: “wa ma arsanaka illa rahmatan lil alamiin”, dan sesungguhnya Aku mengutusmu, kecuai untuk rahmat bagi semesta.


Dengan mengutip bahasa hadist nabi, kedua perjalanan dimensional tadi tidak lain adalah perjalanan untuk membangun hubungan atau ikatan yang kuat dengan Tuhan, hablum minallah, dan membangun hubungan dan ikatan yang kuat pula dengan manusia, hablum minna nas. Kedua dimensi ini merupakan syarat bagi suksesnya kehidupan manusia, di dunia ini maupun nanti di akhirat. Jadi, jika digambarkan dalam sebuah bagan, perjalanan inner dan outer tadi akan tampak seperti pada bagan di bawah.

Untuk terjadinya perubahan secara efektif pada kedua dimensi tadi, maka dibutuhkan berbagai moda pembelajaran yang sesuai. Ini bisa dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai moda yang tersedia sedemikian rupa, sehingga diperoleh efek pembelajaran yang sinergis dan integratif atau holistik serta transformatif terhadap keperibadian individu. Kita akan membahas berbagai moda pembelajaran ini pada artikel selanjutnya.