Friday, May 17, 2013

HUMAN DEVELOPMENT PERLU EDUKASI AL-AKHLAK AL-KARIMAH


Sanerya Hendrawan

Pengembangan human capital dalam sebuah organisasi islami dilakukan dengan merujuk kepada kebutuhan strategis jangka panjang organisasi yang holistik, yakni dalam konstelasi kebutuhan umat untuk membangun kembali Peradaban Islami. Organisasi adalah salah satu pilar Peradaban Islam yang menjadi wadah berskala mikro bagi pencetakan dan penggodokan (training ground and melting pot) kader-kader kreatif pembangun dan penjaga peradaban. Kader-kader kreatif ini bekerja dalam kerangka misi organisasi tadi untuk menghasilkan barang dan jasa, yang diharapkan membawa dampak pada kemakmuran dan kesejahteraan konsumen sehingga meningkatkan kekuatan dan martabat mereka sebagai umat di tengah persaingan (fastabikul khoirot) yang berskala global. Mereka para kader kreatif ini mendapatkan 'kepuasan spiritual' dari bekerja ikhlas yang dilakukan secara ihsan dan itqan untuk tujuan meraih ridho Ilahi di dalam barisan jemaah islami yang kuat. Sehingga dengan upaya mereka ini, organisasi bisa eksis, tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (sustanaible), menjadi instrumen yang tangguh bagi perjuangan umat dalam meninggikan Islam sebagai kekuatan peradaban global.

Karena itu sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengembangan insan organisasi bersifat holistik dalam perspektif islam. Mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan spiritualitas; yang semua ini sesungguhnya menjadi mata air (al-bathin) perilaku produktif dan konstruktif di dalam organisasi dan masyarakat (az-zhahir). Perspektif Barat baru belakangan ini memahami human resource development (HRD) sebagai “human development” (HD) yang memerlukan juga perkembangan spiritual di tempat kerja, termasuk pengakuan pada eksistensi Tuhan sebagai bagian penting dari spiritualitas ini dan agama sebagai pengungkapannyaii. Sehingga peningkatan pengetahuan dan keterampilan vokational, yang umumnya hanya terkait dengan pekerjaan, dirasakan tidak lagi memadai. Dibutuhkan edukasi holistik (holistic education) bagi pegawai yang menyentuh pembentukan keperibadian yang lebih integral atau utuh (well-rounded personality), termasuk kearifan (wisdom)iii.

Jauh sebelum perkembangan ini, seorang tokoh Peradaban Barat pernah mengatakan, setiap peningkatan pengetahuan dan ketarampilan manusia mesti diikuti secara simultan dengan peningkatan kearifan (wisdom), karena yang pertama bisa meningkatkan kapasitas manusia untuk berbuat jahativ. Dalam pengertian lebih spesifik ini bisa dikatakan memberi peran kepada agama dan spritualitas sebagai bagian dari pengembangan manusiav, sehingga menyentuh bukan saja pengembangan pikiran (mind development), tetapi juga pengembangan moralitasvi, selain juga kapabilitas manusia harus dibaktikan pada kebaikan masyarakatvii. Semua perkembangan ini menunjukan pengakuan dalam wacana pengembangan sumberdaya manusia (HRD) pada dimensi yang lebih luas. Tentu dengan penerimaan segala tujuan yang lebih normatif yang menyertainya; seperti nilai-nilai kebaikan (goodness) kejujuran (honesty), dan integritas (integrity).

Jelas, dalam perspektif Islam semua itu tidak lain adalah edukasi al-akhlak al-karimah. Sejalan dengan etimologi kata akhlaq dari “khuluq” yang berarti ciptaan, dan ini berarti punya asal yang sama dengan khaliq yang berarti pencipta (Allah). Maka semakin jelas bahwa pembentukan al-akhlaq al-karimah ini relevan dalam rangka menyiapkan organisasi sebagai pilar peradaban islam. Karena pertama, pembentukan akhlaq islami berarti menyiapkan insan yang akan sanggup berperilaku dengan tata aturan yang tinggi dalam berinteraksi dengan dirinya sendiri (self), orang lain (others), lingkungan dan semesta (environment or universe), dan Tuhan (Allah). Dikatakan tinggi karena bercirikan kebajikan yang mutlak, kebaikan yang menyuluruh, tetap dan mantap (tidak terpengaruh zaman), menjadi motivator perilaku. Kedua, pembentukan al-akhlaq al-karimah berarti memadukan kehendak Ilahi sebagai pencipta dengan perilaku manusia sebagai ciptaan-Nya. Dan ini berarti penyerahan diri atau penghambaan total manusia kepada-Nya (ibadah). Pembentukan ini berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, penguatan kondisi primordial manusia (fitrah). Tahap kedua, pembentukan kebiasaan baik (adab) secara konsisten. Dan fase ketiga, praktek dan usaha yang sadar untuk mencenderungkan diri pada sesuatu kebiasaan yang baik. Setiap perilaku manusia mengandung nilai akhlak manakala sesuai dengan tuntutan ilahi (al-quran dan as-sunnah). Karena itu pula, pusat akhlaq adalah iman dan takwa (IMTAK). Sehingga itu pula pengembangan al-akhlak al karimah sebagai dimensi human development termasuk bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

No comments:

Post a Comment